Masih Perawan
“Ternyata kamu masih perawan.”
Suara dalam milik seorang pria yang baru pernah ditemuinya dua kali seumur hidupnya itu kontan membuat Donna memejamkan matanya erat. Mati-matian, ditahannya air mata yang sedari tadi berdesakkan keluar dari pelupuk matanya.
Tidak boleh. Dia tidak boleh menangis. Hidupnya mungkin tragis, tapi menangis tidak akan mengubah apapun. Tidak sama sekali.
Donna akan tetap tertipu oleh kekasihnya.
Donna akan tetap disalahpahami sebagai seorang wanita penggoda suami orang.
Dan yang pasti, Donna akan tetap kehilangan kehormatan yang sudah dijaganya mati-matian di sepanjang usianya.
Oleh sebab itu, Donna tidak akan menangis.
Sekalipun sekujur tubuhnya nyeri. Sekalipun bagian intinya perih luar biasa. Sekalipun hatinya rasanya ingin meledak saking sakitnya, Donna tetap menahan air matanya kuat-kuat. Andaipun dia harus menangis, dia tidak sudi menangis di hadapan pria kejam yang kini menjadi pria yang paling dibencinya itu.
“Ini peringatan pertama, tapi aku harap ini juga akan bisa menjadi peringatan terakhir untuk kamu.”
Suara bass dari pria itu kembali menyentak Donna. Dalam diam, Donna kembali membuka matanya, tapi tidak untuk menatap pria itu. Perlahan, Donna menatap kosong pada langit-langit kamar yang sama sekali tidak dikenalinya itu.
Sebelum tiga hari yang lalu, kehidupan Donna bisa dibilang sempurna. Keluarganya harmonis. Pekerjaannya bagus. Kehidupan sosialnya menyenangkan. Dan yang paling penting, Donna memiliki Elvan Saputra, kekasihnya selama hampir setengah tahun terakhir sekaligus atasannya di Lesmana Group, perusahaan properti yang sedang naik daun belakangan ini.
Namun kebahagiaan Donna ternyata hanya kebahagiaan semu.
Elvan, pria yang tampak begitu memujanya dan menjadi satu-satunya pria yang berhasil membuat Donna mulai memikirkan tentang pernikahan, justru mengkhianatinya dengan kejam.
Alih-alih menepati janjinya untuk menikahi Donna, Donna malah dihadapkan dengan kenyataan bahwa Elvan sebenarnya telah menikah jauh sebelum mereka berdua bertemu.
Donna syok. Bukan hanya syok karena tahu Elvan ternyata sudah menikah, tapi juga syok karena serangan tiba-tiba yang dilakukan oleh Leona, istri Elvan.
Secara tiba-tiba, Leona datang ke kantornya. Setelah memaki Donna dengan semua umpatan kasar yang bahkan tidak pernah diucapkan Donna, Leona juga menjambak dan menampar keras pipi Donna. Tidak cukup sampai di sana, saat dirinya akan kembali ke apartemennya, kakak dari Leona mendadak mendatanginya dan mengancamnya untuk segera meninggalkan Elvan maupun Lesmana Group.
Saking syoknya dengan semua yang terjadi padanya, Donna memilih mengasingkan diri ke Bandung selama dua hari penuh. Tidak dipedulikannya telepon atau WA bertubi-tubi dari Elvan. Saat kembali ke apartemennya, Donna pun sudah bertekad untuk meninggalkan Ekvan dan mengundurkan diri dari Lesmana Grup.
Sayangnya, sebelum Donna merealisasikan niatnya, orang suruhan kakak Leona sudah menangkapnya. Di bawah ancaman, Donna dibawa paksa ke sebuah rumah besar yang sama sekali tidak dikenalnya. Donna bahkan diikat dan dibungkam sebelum wanita itu dibawa ke sebuah kamar besar, tempat kakak Leona sudah menunggu dirinya.
Donna ketakutan setengah mati saat melihat pria itu. Apalagi saat pria itu mulai membuka pakaiannya dan pakaian pria itu sendiri.
Donna menangis dan memohon tanpa suara.
Sekuat tenaga, Donna berusaha menyingkirkan sumpalan di mulutnya agar dirinya bisa menjelaskan ketidaktahuannya tentang Elvan yang telah menikah, juga tentang niatnya keluar dari Lesmana Group maupun keluar dari kehidupan Elvan.
Tapi sayangnya, pria itu sama sekali tidak peduli. Pria itu sepertinya tidak ingin tahu. Tanpa melepaskan ikatan pada mulut maupun pada pergelangan tangan Donna, pria itu mulai merengut paksa kehormatannya. Pria itu baru melepaskan ikatan di mulut dan tangan Donna setelah melakukan perbuatan terkutuk itu.
Dan saat akhirnya mulut Donna bisa kembali berfungsi, Donna sudah kehilangan kemampuannya untuk bicara. Dia terlalu marah untuk bisa mengatakan semua yang ingin dikatakannya sebelumnya.
“Ingat, Donna Gabrielle, jika sekali lagi aku tahu kamu masih berani menggoda Elvan, aku akan membuat kamu jauh lebih sengsara daripada ini,” ancam pria itu tegas. “Hari ini cuma aku yang mencicipi kamu, tapi lain kali, bisa jadi aku akan membawa beberapa pria sekaligus untuk ikut merasakan kamu,” tambah pria itu tanpa belas kasihan.
Suara pria itu kontan menyentak Donna dari lamunannya. Kali ini, Donna menoleh ke sisi kanannya, ke tempat pria itu berdiri. Ditatapnya nanar pria yang kini hanya mengenakan handuk besar untuk menutupi area tubuh bawahnya itu.
Liam Adelio Lesmana.
Seumur hidup, Donna bersumpah tidak akan pernah melupakan nama itu. Nama pria yang sudah menghancurkan masa depannya hanya karena sesuatu yang bahkan tidak pria itu ketahui pasti.
Dengan penuh kebencian, Donna menatap sosok pria jelmaan iblis itu. Selama ini, Donna hanya tahu bahwa pria itu adalah salah satu pebisnis muda yang sering masuk ke majalah bisnis karena prestasi dan tangan dinginnya. Pria itu semakin melejit dan dikagumi karena memiliki wajah tampan serta postur tubuh atletis, yang membuat pria itu lebih tampak seperti model daripada seorang pengusaha. Sayangnya, perilakunya berbanding terbalik dengan prestasinya. Perilakunya benar-benar seperti iblis.
Tangan Donna mencengkeram selimut yang kini menutupi tubuh polosnya. Dia sungguh ingin melakukan sesuatu pada pria yang kini mengenakan kembali kemeja dan celana panjangnya itu. Mencakar, menendang, atau jika bisa, membunuh pria itu. Namun Donna benar-benar merasa tidak berdaya. Bahkan untuk menggerakkan tubuhnya saja, Donna merasa tidak punya tenaga. Tenaganya benar-benar terkuras habis saat dirinya berusaha melawan Liam saat pria itu menidurinya paksa tadi.
Tak bisa melakukan apapun, Donna hanya bisa berbaring sambil mengamati Liam. Merekam detail wajah pria itu, menghapal postur tubuh pria itu, mengingat semua hal yang dilakukan pria itu sehingga suatu hari kelak, dia bisa membalas semua perbuatan pria itu padanya.
“Aku pastikan aku membunuhmu suatu hari kelak,” desis Donna penuh dendam.
Liam hanya tertawa sinis mendengar desisan Donna. Dengan santai, dikenakannya dasinya sambil melirik mencemooh ke arah Donna yang masih terbaring di ranjangnya. Begitu Liam selesai mengenakan semua pakaiannya dan bersiap keluar dari kamarnya, baru Liam menoleh kembali ke arah Donna sembari menatapnya tajam.
“Aku yang akan membunuhmu kalau kamu berani menyakiti Leona lagi,” balas Liam tajam. “Dan aku serius tentang perkataanku tadi, Donna Gabrielle. Sekali lagi kamu mendekati suami adikku, akan kubuat kamu menyesal seumur hidup karena telah dilahirkan di dunia ini!”
Bagaimanakah kisah selanjutnya??
